Thursday, May 20, 2010

SHENZHEN



Beberapa waktu lalu saya berkesempatan tugas dibeberapa kota di China, diantaranya adalah mengunjungi kota Shenzhen.
Kota ini berbatasan dengan bagian utara wilayah Hong Kong, dan mudah dicapai dengan bus atau kereta api.
Sebagian besar turis yang mengunjungi Hong Kong pertama kali, dipastikan akan menyempatkan diri melongok Shenzhen. Anda hanya perlu merogoh kocek sekitar 150 dollar Hong Kong untuk membayar visa.

Visa? Ya, meskipun sama-sama Cina, secara administratif Shenzhen tunduk di bawah pemerintahan Beijing, kendati secara geografis berbatasan langsung dengan daerah administratif khusus Hong Kong.
Shenzhen terletak di kawasan delta Pearl River. Dengan luas 2.020 km2, kota ini menjadi salah satu pusat investasi asing terbesar dan menjadi kota dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia dalam tiga dekade terakhir. Pertumbuhan tersebut kian pesat ketika pemerintah setempat sepakat mengelola Shenzhen dan Hong Kong secara terintegrasi.

Shenzhen sejatinya baru didirikan pada November 1979 dan diperkenalkan sebagai sebuah kota pada Mei 1980. Sebelumnya, Shenzhen hanya sebuah perkampungan nelayan. Namun dengan kemampuan untuk menarik investor hingga mencapai nilai investasi sebesar 30 milyar US dollar dalam 20 tahun terakhir, tak pelak, menjadikan Shenzhen sebagai zona ekonomi andalan Cina dan menjadi kota tersibuk ke-2 di Cina setelah Shanghai. Kota ini kini dihuni tidak kurang dari 8,27 juta penduduk


Dari mulut ke mulut, saya sudah mendengar kalau Shenzhen juga surga belanja. Perihal urusan menghambur-hamburkan Yuan ini, Shenzhen sebetulnya menawarkan sejumlah luxury retailers, seperti Gucci, Louis Vitton, atau Armani. Label-label terkemuka ini tersedia di Seibu, Coco Park, MixC, atau di Kingglory. Tapi saya lebih penasaran untuk mengunjungi pasar Louhu. Di tempat ini, segala macam barang imitasi dari label-label terkemuka tersedia – dengan harga yang sungguh miring. “Kalau mau barang branded asli, belanjanya di Hong Kong aja,” tukas teman saya. Benar juga. Dari hasil mengobok-obok pasar, akhirnya terbawa pulang sejumlah jam tangan Rolex dan merek terkenal lain untuk oleh-oleh. Harganya hanya berkisar antara 100 hingga 200 yuan. Busyet!

Dari Louhu, perjalanan saya teruskan ke Chinese Folk Culture Villages – kampung budaya yang sungguh unik. Menurut local-guide yang menyertai, di tempat ini seluruh suku di seantero Cina terwakili – tak terkecuali Tibet. Mereka berkesenian secara sinergis, dengan jalinan hubungan yang harmonis antara suku yang satu dengan yang lain. Malam pertama di Shenzhen, saya menghabiskan waktu dengan menyaksikan pertunjukan kesenian tradisional Cina.

Tidak puas hanya sekadar menonton pertunjukan budaya? Jangan khawatir. Di kota ini masih terdapat beberapa tempat menarik. Satu yang sangat kesohor adalah “Window of the World” – sebuah taman yang dirancang menjadi jendela untuk melihat seluruh keunikan dunia. Taman ini terletak di bagian barat kota Shenzhen.

Di Window of the World, terdapat sekitar 130 replika bangunan atau tempat-tempat terkenal di seantero jagad. Dari Piramida di Perancis, Safari Park di Kenya, Patung Liberty di Amerika, Angkor Wat di Kamboja, hingga Opera House di Australia. Termasuk Candi Borobudur dari Indonesia yang ada di area 13. Menara Eiffel sendiri, merupakan bangunan terbesar – 1/3 dari ukuran aslinya.

Window of the World menghabiskan area tidak kurang dari 480.000 meter persegi. Untuk bisa mengitarinya, tersedia kendaraan yang beroperasi khusus di dalam taman. Tiket masuk bisa Anda peroleh dengan harga 120 Yuan, dan akan lebih murah jika Anda datang dengan rombongan.

Nah, belum sempat mengunjungi seluruh pelosok dunia, bukan berarti Anda tidak bisa menyaksikan dunia. Puaskan dulu dengan melihat dari jendela Shenzhen. Penasaran? Jangan lupa ngajak saya lagi ya, kalau berencana ke sana. Hehe. ***

Read More......